Kantor Hukum Gajah Mada Kawal Kasus Pencabulan Anak di Karawang Hingga Pengadilan

Hukum1245 Dilihat

Karawang, Jejakhukum.net – Kasus dugaan pencabulan anak di bawah umur di Karawang kini memasuki tahap penyidikan lebih lanjut. Polres Karawang, yang menerima laporan ini, mendapat apresiasi dari berbagai pihak atas respon cepat dan penanganan yang dilakukan.

Agus Suprayitno, SH., MH., Kuasa Hukum dari Kantor Hukum Gajah Mada, menyampaikan dukungannya terhadap langkah Polres Karawang. “Kami mendukung Polres Karawang dan kita akan mengawal proses ini sampai ke pengadilan,” tegasnya. Selasa (23/7/2024).

Pada 11 Juli 2024, Dewi Lisnawati, seorang ibu rumah tangga berusia 33 tahun, melaporkan dugaan tindak pidana pencabulan terhadap anaknya. Laporan tersebut tercatat dengan nomor STTP/B/890/VII/2024/SPKT/POLRES KARAWANG/POLDA JAWA BARAT.

Menurut laporan polisi nomor LP/890/VII/2024, kejadian tersebut berlangsung di rumah terlapor di Dusun Tarikolot, Desa Kalangsari, Kecamatan Rengasdengklok, Kabupaten Karawang. Terlapor bernama Asep, berusia 40 tahun, yang berprofesi sebagai pedagang.

Korban, yang masih di bawah umur, awalnya mengeluh sakit saat buang air kecil. Setelah ditanya oleh pelapor, korban mengakui bahwa terlapor telah melakukan tindakan tidak senonoh dan memegangi alat kelaminnya.

Lebih lanjut, dalam pemeriksaan terungkap bahwa terlapor bahkan telah melakukan persetubuhan dengan korban. Atas pengakuan tersebut, Dewi Lisnawati langsung melaporkan kejadian ini ke Polres Karawang untuk mendapatkan perlindungan dan keadilan.

Kasus ini mendapat perhatian serius dari berbagai pihak, terutama dalam penegakan hukum terhadap pelaku kejahatan terhadap anak. Agus Suprayitno juga mengapresiasi kinerja Polres Karawang yang dinilai cepat tanggap dalam menangani kasus ini.

“Kami berharap proses hukum dapat berjalan dengan lancar dan memberikan keadilan bagi korban,” kata Agus Suprayitno, SH., MH. Ia juga menegaskan bahwa Kantor Hukum Gajah Mada akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas.

Dalam kasus ini, terlapor dapat dijerat dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, sebagaimana dimaksud dalam pasal 81 dan 82. Hal ini menunjukkan komitmen serius dalam penanganan kasus-kasus kejahatan terhadap anak di Indonesia.