Klarifikasi Kades Mekarsari di Salah Satu Media, Menyesatkan

Berita, Daerah, Hukum248 Dilihat

Karawang, JEJAKHUKUM.netPernyataan klarifikasi yang disampaikan Kepala Desa Mekarsari, Dede Gusnul, melalui salah satu media pada Jumat (15/8/2025) justru semakin menguatkan dugaan adanya penyimpangan pengelolaan Dana Desa. Alih-alih menjawab inti permasalahan, klarifikasi tersebut dinilai menyesatkan publik dan berpotensi menutupi fakta yang sebenarnya.

Pertama, Dede secara tegas menyebut tidak ada alokasi dana ketahanan pangan untuk pengadaan sapi. Namun, data resmi Siskeudes Desa Mekarsari yang telah dilaporkan ke aplikasi Kementerian Keuangan membuktikan sebaliknya, pada Tahun Anggaran 2022 terdapat pos ketahanan pangan hewani senilai Rp20 juta. Fakta ini terekam jelas dalam sistem keuangan negara dan tidak bisa dihapus hanya dengan pernyataan lisan.

Kedua, terkait Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT), Dede mengklaim program berjalan baik dengan anggaran Rp20 juta. Tetapi hasil investigasi Lembaga Investigasi Negara (LIN) menemukan kejanggalan serius. Saat tim investigasi mendatangi rumah Kepala Desa dan bertemu langsung Ketua PKK yang tak lain adalah istri Kepala Desa  beliau mengakui hanya menerima Rp20 juta untuk PMT tahun 2023. Padahal, laporan Siskeudes yang dilaporkan ke Kementerian Keuangan mencatat total anggaran PMT sebesar Rp60 juta. Lantas, kemana sisa Rp40 juta tersebut? Di tambah dengan adanya rekaman percakapan antara sekjen LIN Fadhil, dengan Ketua PKK.

Ketiga, ketika diminta klarifikasi langsung oleh LIN terkait perbedaan data ini, Kepala Desa menghilang dan tidak memberikan jawaban. Sudah lebih dari satu minggu sejak pesan konfirmasi dikirim via WhatsApp, namun tidak ada respon. Sikap menghindar ini memperkuat dugaan bahwa ada sesuatu yang sengaja ditutup-tutupi.

Sekretaris Lembaga Investigasi Negara, Fadhil, menegaskan bahwa pernyataan Kades di media tidak hanya bertentangan dengan data resmi, tetapi juga berpotensi memanipulasi persepsi publik.

“Jangan bodohi masyarakat dengan klarifikasi yang jauh dari fakta. Data Siskeudes adalah dokumen resmi negara, bukan sekadar opini. Ketika angka di laporan dan pengakuan di lapangan berbeda, itu bukan kesalahan kecil, itu indikasi penyimpangan yang serius. Kami tidak akan tinggal diam, dan kasus ini akan kami bawa ke meja Kejaksaan Tinggi Jawa Barat,” tegas Fadhil.

Publik harus memahami, ini bukan sekadar perbedaan persepsi, tetapi ketidaksesuaian antara dokumen resmi negara dan pengakuan pihak terkait di lapangan. Fakta seperti ini tidak bisa dibungkus dengan narasi manis di media, apalagi jika media tersebut justru menjadi corong pembelaan tanpa menguji kebenaran data.

LIN menegaskan, dugaan penyimpangan ini akan dibawa ke ranah hukum, khususnya ke Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, untuk dilakukan penyelidikan menyeluruh. Transparansi pengelolaan Dana Desa adalah hak masyarakat, dan setiap rupiah anggaran publik harus dapat dipertanggungjawabkan tanpa rekayasa narasi.

(Ucu)