JEJAKHUKUM.net][
Kapuas Hulu, Kalimantan Barat — Jum’at, 07 November 2025|Aktivitas penambangan emas tanpa izin (PETI) di Kecamatan Suhaid, Kabupaten Kapuas Hulu, semakin tidak terkendali. Investigasi tim media menemukan pemandangan mencengangkan: ratusan lanting bermesin jek berjejer rapat di sepanjang aliran Sungai Suhaid. Mereka bekerja secara terbuka, tanpa upaya penertiban yang terlihat dari aparat penegak hukum (APH).
Rekaman foto, video, dan titik koordinat GPS memperlihatkan kegiatan penambangan liar berlangsung di siang hari, dengan suara mesin diesel memenuhi udara. Warna air sungai berubah menjadi kecokelatan pekat, berbeda jauh dari kondisi normal sungai yang biasanya jernih.
“Sudah lama kami lihat lanting-lanting itu bekerja di sini. Sungai jadi keruh, ikan susah, tapi tidak ada tindakan,” ujar seorang warga yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Temuan di lapangan menunjukkan aktivitas PETI berjalan secara terstruktur. Warga kerap menyebut satu nama berinisial AD sebagai pihak yang diduga mengetahui bahkan terlibat dalam pengaturan operasional lanting-lanting tersebut.
Lebih jauh, informasi dari warga menyebut adanya indikasi keterlibatan oknum aparat yang memberikan dukungan atau perlindungan terhadap kegiatan ilegal itu.
Tim media telah menghubungi pihak Polres Kapuas Hulu untuk mengonfirmasi dugaan tersebut. Namun hingga berita ini dipublikasikan, belum ada tanggapan resmi dari pihak kepolisian.
Dampak PETI di Suhaid sudah sangat serius.
Penggunaan merkuri (Hg) untuk pemisahan emas menimbulkan pencemaran berat. Endapan sedimentasi membuat air sungai berubah cokelat pekat, mengganggu biota air dan kehidupan warga yang bergantung pada sungai untuk kebutuhan sehari-hari.
Keluhan warga semakin meningkat karena hasil tangkapan ikan menurun drastis dan air tak lagi layak digunakan.
Ahli Lingkungan Universitas Tanjungpura menjelaskan bahwa merkuri:
mengendap di dasar sungai,
masuk ke rantai makanan,
dan dalam jangka panjang dapat merusak fungsi saraf dan organ vital manusia.
Jika dibiarkan tanpa intervensi, kerusakan ekosistem sungai dapat menjadi irreversibel.
“Kalau dibiarkan, dalam lima tahun Sungai Suhaid bisa mati total. Ini bukan sekadar soal tambang, tapi keberlangsungan hidup masyarakat,” tegas seorang aktivis lingkungan dari Putussibau.
Aktivitas PETI di Sungai Suhaid diduga kuat melanggar berbagai peraturan perundang-undangan:
UU Minerba No. 3 Tahun 2020 – Pasal 158
Penjara maksimal 5 tahun dan denda hingga Rp100 miliar bagi pihak yang menambang tanpa izin.
UU Lingkungan Hidup No. 32 Tahun 2009 – Pasal 98 & 99
Pidana bagi pelaku pencemaran dan perusakan lingkungan.
Pasal 55 KUHP
Berlaku bagi pihak yang turut membantu atau membekingi kegiatan ilegal, termasuk oknum aparat.
Hukum jelas. Fakta juga jelas. Yang dipertanyakan publik adalah kemauan penegakan hukumnya.
Lembaga pemerhati lingkungan dan masyarakat adat Suhaid mendesak:
Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu,
Polres Kapuas Hulu,
Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalbar,
untuk segera menghentikan aktivitas PETI secara total dan melakukan penegakan hukum tanpa tebang pilih.
Sampai hari ini, keberadaan ratusan lanting di Sungai Suhaid seolah menjadi bukti pembiaran.
Investigasi media ini memastikan bahwa keberadaan PETI di Suhaid bukan isu, tetapi fakta — terekam visual dan terverifikasi melalui koordinat geografis.
Kini bola panas ada di tangan pemerintah dan aparat penegak hukum.Publik menunggu jawaban:
Akan bertindak, atau terus menutup mata?
Sumber : Tim – Liputan
Red/Tim*















