Kabupaten Bekasi, JEJAKHUKUM.net – Dugaan praktik penyimpangan penggunaan Dana Desa kembali mencuat, kali ini di Desa Sumbersari, Kecamatan Pebayuran, Kabupaten Bekasi. Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir (2022–2024), Desa Sumbersari tercatat menerima Dana Desa sebesar Rp4.272.240.000. Namun, laporan pada aplikasi resmi Kementerian Keuangan melalui Siskeudes menimbulkan tanda tanya besar.
Dalam data tersebut, program ketahanan pangan melalui pengadaan domba dilaporkan menyedot anggaran hingga 758 juta rupiah. Angka fantastis itu justru berbanding terbalik dengan realisasi di lapangan. Saat tim redaksi JEJAKHUKUM.net mengkonfirmasi ke salah satu staff Pemdes menemukan bahwa jumlah domba yang benar-benar sampai ke warga hanya berkisar 400 ekor dalam tiga tahun terakhir.
Lebih jauh, fakta di desa memperlihatkan bahwa dalam setahun, distribusi domba per dusun hanya 10 ekor. Dengan 5 RT dalam tiap dusun, warga hanya menerima rata-rata 2 ekor per RT. Hal ini jelas menimbulkan kecurigaan kuat adanya indikasi pembengkakan anggaran hingga dugaan penggelapan Dana Desa pada program ketahanan pangan.
Ironisnya, ketika tim redaksi JEJAKHUKUM.net mencoba mengonfirmasi langsung kepada Kepala Desa Sumbersari, sang kades justru menghindar dengan alasan sedang menerima tamu, meski diketahui berada di area desa pada saat itu. Sikap ini semakin mempertebal dugaan bahwa ada sesuatu yang tidak beres dalam tata kelola Dana Desa Sumbersari.
Atas dugaan penyimpangan ini, publik menuntut aparat penegak hukum, khususnya Kejaksaan Negeri Kabupaten Bekasi, untuk segera turun tangan mengusut tuntas kasus yang menyerempet kepentingan rakyat kecil. Dana Desa seharusnya digunakan untuk kesejahteraan masyarakat, bukan untuk memperkaya segelintir pihak.
Menanggapi temuan ini, Pemimpin Redaksi Jejakhukum, menyampaikan kritik keras:
“Apa yang terjadi di Desa Sumbersari adalah bentuk nyata dugaan pengkhianatan terhadap amanah Dana Desa. Program ketahanan pangan dengan anggaran ratusan juta rupiah, tapi realisasinya hanya segelintir domba yang sampai ke masyarakat. Ini bukan sekadar salah kelola, tapi sudah mengarah pada dugaan penggelapan anggaran. Kami mendesak aparat penegak hukum, khususnya Kejaksaan Negeri Bekasi, untuk segera bertindak. Jangan sampai Dana Desa yang seharusnya menjadi penopang ekonomi warga malah diselewengkan. Jika benar terbukti ada praktik kotor, maka Kepala Desa harus diminta pertanggungjawaban hukum tanpa pandang bulu.”
Tidak hanya itu, program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) pada tahun 2024 juga menyisakan tanda tanya besar. Dalam data resmi, dana yang digelontorkan untuk PMT mencapai Rp112.560.000. Namun, dari informasi yang umum diketahui di masyarakat, PMT hanya berupa pisang, bubur kacang hijau, dan susu. Besarnya anggaran yang dicatat jelas tidak sebanding dengan bentuk realisasi di lapangan. Publik pun menilai ada dugaan kuat anggaran PMT hanya menjadi “proyek fiktif” atau sarat rekayasa laporan.
Keanehan lain muncul pada program Pembinaan PKK tahun 2023 yang tercatat menelan anggaran 105 juta rupiah. Angka ini dinilai fantastis dan tidak masuk akal, mengingat kegiatan PKK di desa umumnya sebatas pertemuan rutin, sosialisasi sederhana. Besarnya dana yang digelontorkan jauh dari kebutuhan riil, sehingga publik menduga ada unsur permainan anggaran demi kepentingan kelompok tertentu.
“Kami tidak akan tinggal diam melihat indikasi penyalahgunaan Dana Desa yang begitu terang-benderang di Desa Sumbersari. Laporan resmi ke Kejaksaan Negeri Bekasi adalah bentuk tanggung jawab moral kami sebagai media dalam mengawal dana publik. Kami meminta agar aparat hukum bertindak tegas, transparan, dan tanpa pandang bulu. Jika terbukti ada penggelapan, Kepala Desa harus diproses hukum demi tegaknya keadilan dan agar kasus serupa tidak terulang di desa lain.” tegas Ependi .
(FK)