JEJAKHUKUM.net]
Kubu Raya, Kalimantan Barat — 04 November 2025.
Pekerjaan Rekonstruksi Jalan Durian–Pasak Piang, Kecamatan Sungai Ambawang, Kabupaten Kubu Raya menjadi sorotan masyarakat setelah ditemukan sejumlah kejanggalan teknis dan dugaan pelanggaran aturan keselamatan kerja di lapangan.
Proyek ini berdasarkan kontrak Nomor: 600.1.9.3/30/SP/PPK/PUPRKP-BM/VII/2025, tanggal pelaksanaan 28 Juli 2025, dengan nilai Rp 4.873.510.000,00 (empat miliar delapan ratus tujuh puluh tiga juta lima ratus sepuluh ribu rupiah). Waktu pelaksanaan ditetapkan 150 hari kalender, bersumber dari APBN Kabupaten Kubu Raya Tahun Anggaran 2025.
Pelaksana proyek adalah CV. Murika Mulya Malaya, sedangkan PT. Samara Karya bertindak sebagai konsultan pengawas.
Seorang warga yang tinggal di sekitar lokasi, berinisial Niwan, mengkritisi mutu pekerjaan proyek tersebut.
“Pekerjaan proyek rambat beton itu tidak sesuai spesifikasi,” ungkap Niwan.
Niwan menilai lapisan pondasi bawah (LPA) tidak dilakukan memenuhi standar kekerasan.
“LPA-nya kurang keras,Mobil Truk Redem mix tidak bisa Masuk, hingga menggunakan pick up untuk melangsir saja berani masuk karena takut amblas. Ini jadi pertanyaan,” jelas Niwan.
Ia menegaskan bahwa konstruksi tidak sesuai bestek atau dokumen teknis yang menjadi pedoman proyek.
“Saya tidak takut risiko dipenjara. Kalau selesai nanti mobil roda empat tidak bisa lewat, saya akan protes,” tegasnya.
Niwan juga menuding adanya pembiaran dari oknum yang terlibat.
“Yang kerja ada orang dinas. Kalau dikasih, ya senyaplah. Korbannya siapa? Saya, anak-anak, dan masyarakat,” tutupnya.
Pantauan awak media di lokasi menunjukkan para pekerja tidak menggunakan alat keselamatan kerja (K3) seperti helm proyek, sepatu safety, atau rompi reflektif.
Jika benar, kondisi ini berpotensi melanggar beberapa regulasi:
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja,
yang mewajibkan penyedia kerja menjamin keselamatan tenaga kerja di lokasi proyek.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi:
Pasal 59 ayat (1): mengatur kewajiban penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi (SMKK).
Pasal 94 ayat (2): pelanggaran SMKK dapat dikenai sanksi administratif, mulai dari teguran hingga penghentian pekerjaan.
Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2021 (turunan UU Jasa Konstruksi),
yang secara eksplisit mewajibkan penggunaan APD di setiap kegiatan konstruksi.
Selain itu, jika benar tidak sesuai spesifikasi teknis (bestek), tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai dugaan wanprestasi atau penyimpangan pekerjaan konstruksi.
Atas temuan tersebut, masyarakat meminta aparat penegak hukum dan instansi terkait untuk turun tangan.
“Warga meminta pihak kepolisian dan dinas terkait memeriksa proyek ini,” ujar sumber media.
Masyarakat berharap pekerjaan dilakukan sesuai standar kualitas demi keselamatan pengguna jalan dan efisiensi penggunaan anggaran negara.
Sumber:
Warga Masyarakat (Niwan)












