Karawang, JEJAKHUKUM.net – Lembaga Investigasi Negara (LIN) DPC Karawang besutan Ependi, biasa dipanggil, menceritakan tentang beberapa aktivitasnya yang selama ini sedikit agak terhenti, bukan tanpa sebab hal ini dilakukan oleh nya.
Tahun sebelumnya lembaga ini aktif dalam kajian hukum korupsi. Hasil kajian dan beberapa temuan hasil investigasi team khusus menggunakan data yang telah diterbitkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan, hingga akses laporan semua instansi pemerintah ke website khusus KPK langsung dibawanya ke meja hukum.
Aktivitas tersebut saat ini agak terhenti, jelas Ependi karna beberapa hal, katanya.
” Hampir setahun kami lakukan investigasi, konfirmasi terhadap seluruh instansi yang telah mengadopsi uang negara. Namun, kejanggalan signifikan kami temukan dilapangan. Desa hingga Sekolah yang kami kunjungi, hampir semua terdapat maladministrasi dalam laporannya “, kata Dia.

Ependi, mengatakan hal ini secara benderang kepada JEJAKHUKUM.net, berharap publikasinya ini dapat di tanggapi oleh negara dalam hal ini Kejaksaan Agung RI, melalui JAMWAS, untuk dapat turun gunung menyikapi kinerja Kejaksaan- kejaksaan negeri di seluruh Indonesia, tak terkecuali Karawang. Karna ada belasan laporan dugaan adanya tindak pidana korupsi dari mereka – pemegang jabatan yang hingga saat ini hukum itu sendiri seperti tidak berdaya dihadapan para pemegang jabatan.
” Belasan Lapdu yang sudah dimasukkan dan terdata di meja Kejaksaan, hingga saat ini belum ada kejelasan. Seperti Dinas LH, Dinas PUPR, Desa Pasir telaga dan puluhan Desa lainnya.
Kalau bicara pencegahan, menurut hemat kami, para pelaku dugaan Korupsi yang sudah terindikasi dan layak di sidangkan, harusnya di naikan status nya untuk dapat segera di sidang kan agar ada efek jera, bukan dinasehati untuk mengembalikan uang negara saja, tetapi ada sebuah konsekwensi hukum yang harus di per tanggung jawabkan,” menurut nya.
Menelaah konsep dasar dari Lembaga Investigasi Negara (LIN) yang dikomandoi oleh Ependi, berfokus pada UU no. 20/2021, Tentang Tindak Pidana Korupsi.
Sistem kerja yang diarahkan kepada seluruh anggotanya, pastinya menggunakan data yang sah, keluaran KPK dan BPK RI.
Dari semua itu tidak menjamin para pelaku dugaan maladministrasi mengiyakan, bahkan tidak sedikit melakukan perlawanan dengan menggunakan kekuatan pihak ketiga hanya untuk menjaganya.
Maka dari itu, opsi terakhir yang dilakukan pastinya membuat laporan kepada Lembaga hukum milik negara dalam hal ini Kejaksaan, untuk segera dapat menindaklanjuti.
” Melalui data masing-masing Kementerian yang mengeluarkan hasil laporan audit, kami berjalan dan menyikapinya. Ditemukan hal-hal yang janggal, seperti program Ketapang didesa yang kebanyakan tidak sesuai fisiknya, hingga laporan penggunaan dana Bos yang terlalu banyak rekayasa. Dari semua ini kami lakukan audiensi, Investigasi dan konfirmasi kepada masing-masing pemegang jabatan, alhasil banyak mereka tidak bisa menjawabnya, sehingga untuk mendapatkan kejelasan yang hakiki, kami lakukan pelaporan ke institusi penegak hukum.
Ada tiga belas (13) laporan kami yang sepertinya sudah di PETI ES kan, padahal belasan laporan lagi sebenarnya sudah kami persiapkan, melihat hal ini membuat kami bertanya-tanya, ada apa dengan “TARING TAJAM” Kejaksaan Karawang, yang membuat kami jadi gagal faham.” Tutupnya. (FK)















