JAKARTA | JejakHukum.Net – Harapan kami agar semangat TNI untuk rakyat, rakyat bersama TNI benar-benar dapat diwujudkan. Kami yakin Bapak Menhan akan menerima dengan baik jika ada langkah mediasi demi kepentingan bersama.
Hal ini dikatakan Subali, SH selaku Kuasa hukum penggugat usai menjalani persidangan terkait perkara dengan nomor 236/G/2025/PTUN.JKT yang kembali digelar di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta pada, Rabu (12/11/2025) siang.
Dalam agenda sidang tersebut, kuasa hukum penggugat (pihak warga) menegaskan pentingnya kehadiran negara untuk menjembatani konflik antara warga penghuni lahan komplek Marinatama Mangga 2 dengan Induk Koperasi Angkatan Laut (INKOPAL) TNI-AL terkait permasalahan penerbitan Hak Pengelolaan Lahan (HPL).
Dalam persidangan kali ini, terpantau dihadiri oleh sekira puluhan warga penghuni komplek ruko Marinatama Mangga 2 yang tergabung dalam perhimpunan pemilik dan penghuni Ruko (P3R) Marinatama yang mendesak Kementerian Pertahanan (Kemenhan) turun tangan untuk dapat memediasi konflik kepemilikan lahan tersebut.
Subali, SH menjelaskan kepada majelis hakim bahwa permasalahan utama terletak pada prosedur terbitnya HPL, yang dinilai tidak sesuai dengan ketentuan hukum dan dasar Peraturan Menteri Agama Nomor 9 Tahun 1965. Subali juga menyebut, untuk memperjelas duduk perkara, diperlukan ahli konversi tanah dari kalangan akademisi hukum.
“Kami sudah bersurat ke Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan telah mendapat calon ahli hukum tanah yang berkompeten. Tentunya, kami meminta agar saksi ahli berasal dari dosen senior, karena perkara ini menyangkut konversi tanah negara,” ujar Subali.
Dalam kesempatan itu, Subali juga menegaskan, bahwa substansi dari perkara ini bukan semata soal hukum administratif, tetapi juga soal keadilan sosial dan kemanusiaan.
“Masalah tertinggi dalam hukum itu adalah perdamaian. Namun di sini belum ada kesepahaman (atau mediasi) antara warga dan Inkopal. Kami berharap negara dapat hadir demi terciptanya mediasi dan dialog, tidak membiarkan warga berjuang sendiri,” imbuhnya.
Selain itu, Subali selaku kuasa hukum juga menambahkan bahwa pihaknya telah mengirim surat kepada Kementerian Pertahanan (Menhan) untuk membuka ruang mediasi, yang disebut telah diterima langsung oleh kuasa hukum Menhan, Herlambang.
Selain itu, penggugat meminta agar tidak ada tindakan pengosongan lahan sebelum ada penetapan hukum tetap (inkracht) dari pengadilan. Ia menilai, langkah pengosongan tanpa keputusan hukum akan melanggar asas negara hukum yang menjamin perlindungan bagi masyarakat, khususnya warga Marinatama Mangga 2.
“Negara kita merupakan negara hukum. Jangan sampai ada pengosongan tanpa putusan pengadilan. Warga sudah menempati lahan itu sejak masih berstatus tanah negara,” tegas Subali.
Pihak penggugat optimistis majelis hakim akan mengabulkan gugatan mereka. Menurutnya, secara logika hukum, tanah yang tidak digunakan untuk kepentingan bisnis seharusnya dikonversi menjadi HPL sesuai dengan ketentuan PP Nomor 9 Tahun 1965, dan dapat dimanfaatkan oleh warga sebagaimana mestinya.
“Seharusnya tanah negara itu dikonversi dulu jadi HPL, baru dilekati Hak Guna Bangunan (HGB) sesuai pemanfaatannya. Karena proses itu tidak dijalankan sebagaimana mestinya, akhirnya janji kepada warga menjadi terputus. Kami berharap majelis hakim bisa memutus dengan seadil-adilnya,” tandasnya.(*/dok-ist./@cp_red/AZ)

















