JAKARTA | jejakhukum.net – Kisah pilu seorang ibu kandung dari 2 orang anak ini meradang. Pasalnya, (Gl) putri keduanya telah dirampas hak asuh oleh mantan suaminya. Peristiwa itu terjadi sejak tanggal 2 Juli 2023 lalu.
Berdasarkan curhatan Lisa kepada wartawan yang diterima redaksi pada, Senin (22/04/2024), menuturkan kisahnya bahwa putri kesayangannya bukanlah hak asuh dari mantan suaminya yang berinisial (DSD). Hal itu terlampir dalam surat perjanjian dihadapan Notaris di Jakarta.
Dalam perjanjian yang disepakati antara sang mantan suami berinisial (DSD) dengan Lisa tertera di Pasal 3 yang berbunyi “Untuk memenuhi ketentuan Pasal 1 diatas, maka Pihak Pertama memberi kuasa dan/atau persetujuan kepada anak-anak tersebut yang masih dibawah umur (belum dewasa) diwakili oleh pihak kedua selaku ibu (selanjutnya disebut pihak kedua)”.
“Gl masih berusia 15 tahun, dan sesuai kesepakatan dihadapan Notaris, mantan suami saya telah menandatangani bahwa hak asuh (Gl) adalah saya sepenuhnya. Perjanjian itu dibuat pada tanggal 19 November 2019 lalu.
Lisa juga menjelaskan, hak asuh yang telah disepakatinya itu telah dilanggar DSD dengan cara merampas / mengambil paksa Gl dari dirinya. Pengambilan paksa anaknya sangat memukul dirinya, terlebih ketika dia mengetahui anak kesayangannya yang telah membawa harum nama bangsa Indonesia dikejuaraan Olimpiade.
Diketahui, GI sebelumnya adalah seorang anak yang tumbuh normal sehat secara jasmani dan rohani, terbukti dengan beberapa sertifikat dan medali yang GI peroleh saat disekolah, bahkan yang mencengangkan GI pernah menjadi peserta Olimpiade matematika tingkat dunia mewakili Indonesia.
“Saya benar-benar shock dan tidak menerima putri saya (terindikasi) dicekokin obat tipe G jenis Cipralex. (Gl) tidak sedang sakit. Justru putri saya itu anak cerdas, ceria dan penuh canda tawa. Bahkan, (Gl) sering mendapatkan medali dikejuaraan olimpiade membawa harum nama Indonesia. Tapi sekarang kondisi putri saya sangat memilukan dan memprihatinkan sejak dirampas mantan suami. Coba bayangkan ayah kandung seperti apa kelakuannya dengan sengaja merusak anaknya sendiri. Psikologis anak saya jadi terganggu, dan sudah pasti psikis mentalnya jadi tidak menentu,” ungkap Lisa sambil terisak saat menceritakan kepiluan jiwa demi sang buah hatinya.
Lisa mengisahkan hubungan rumah-tangganya yang sudah pisah dengan mantan suaminya (DSD) bahwa Lisa telah di Talak/cerai oleh (DSD) tanpa sepengatahuannya pada tahun 2021, yakni dua tahun silam, dengan kesepakatan anak dibawah umur ikut dengan ibu kandungnya dimana tertuang dalam catatan notaris.
Masalah timbul, saat awal tahun 2023 (GI) malah diambil paksa oleh ayah kandungnya dari asuhan ibunya, bukan hanya sekedar mengambil paksa komunikasi antara ibu dan anakpun di putus oleh sang ayah (mantan suami Lisa). “Dari tanggal 2 Juli 2023 sampai sekarang ini saya tidak boleh ketemu anak saya bahkan anak sedang sakit saya tidak boleh menjenguk walaupun 5 menit saja, dan semua akses komumikasi (HP/WA) anak di blok secara paksa oleh mantan saya termasuk akses kepada keluarga besar saya,” tutur Lisa.
Bukan hanya itu, lanjut Lisa, pada waktu dirinya mengunjungi Gl dan membawa makanan dimana mereka tinggal di rumah warisan orangtua Lisa, dirinya diusir, bahkan semua akses pintu masuk digembok dan (DSD) justru memanggil Polsek setempat diwilayah Kelapa Gading Jakarta Utara untuk bantu mengusir dirinya.
“Sungguh tidak berperikemanusiaan (DSD) itu kepada saya dan putri saya. Dan saya yakin bahwa Tuhan pasti akan membalas dan membongkar perbuatan biadab dia terhadap anaknya. Karena saya percaya adanya hukum tabur tuai berlaku,” imbuhnya.
Sebenarnya, kata Lisa, dirinya tidak mempermasalahkan anaknya bernama (GI) dibawa oleh ayah kandungnya sendiri, namun insting keibuannya tiba-tiba muncul, Lisa merasa punya firasat kurang baik dengan keadaan GI, sehingga Lisa mencari tahu keberadaan dan kondisi putri kesayangannya itu.
Akhirnya Lisa mencoba Berkomunikasi dengan mantan suaminya untuk mempertanyakan kenapa anak mereka GI jadi seperti itu, sang mantan suami pun tanpa tedeng aling-aling mengatakan bahwa GI telah diberi obat cipralex dengan dosis 10 mg perharinya dan itu akan diberikan selama 6 bulan lamanya.
“Kata mantan suaminya, kenapa dia memberikan obat itu, karena berdasarkan resep dari seorang dokter bernama Fansiska K, dokter dari RS Cipto Mangunkusumo,” terang Lisa.
Alhasil, Lisa baru mengetahui bahwa anaknya (GI) sudah di treatment oleh Dr. Psikolog Kassandra Putranto selama 3-4 tahun yang lalu dan treatment Dr. Fransiska Kaligis dengan memberikan Cipralex setiap hari selama 6 bulan tanpa seijin ibu kandungnya pemegang hak asuh Gl.
Usut punya usut Lisa mencari tahu bagaimana reaksi obat cipralex ini bila diberikan kepada anak dibawah 18 tahun, dan hasil yang sangat mencengangkan ternyata obat jenis itu tidak direkomendasikan untuk anak seusai GI, karena bisa mengakibatkan gagal ginjal, depresi dan ketergantungan.
Tak ayal Lisa pun tidak ingin anaknya menjadi korban dari keganasan obat tersebut, sehingga Ia mencoba membuat aduan ke beberapa pihak diantaranya BNN, KPAI dan juga PPA Polres Jakarta Utara. Mirisnya aduanyanya ke KPAI dan juga Polres Jakarta Utara tidak digubris, beberapa kali Lisa mendatangi lembaga dan instansi terkait itu tidak didapati hasil yang baik, bahkan seakan membiarkan Gl dirusak oleh (DSD) dengan mengkonsumsi obat tipe G jenis Cipralex.
“Saya sangat kecewa dengan KPAI dan Unit PPA Polres Jakarta Utara. Bolak-balik saya datangi lembaga dan polres itu, namun hasilnya tetap diputer-puter seakan-akan mereka mengulur waktu untuk membunuh anak saya dari genggaman mantan suami (DSD). Intinya itu, saya ingin adanya perlindungan terhadap Gl putri saya, namun yang saya dapati Nol besar,” beber Lisa.
Lisa juga menyebut dirinya akan mengambil (Gl) untuk dibawa berobat dan dilakukan assesment, namun lagi-lagi tidak digubris oleh KPAI dan Unit PPA Polres Metro Jakarta Utara. “Koq malah saya disuruh tes physkolog forensik dulu, tapi itupun saya lakukan dan hasilnya saya malah dipertanyakan oleh RS dengan dasar apa saya mengajukan tes itu, terang Lisa.
Lisa hanyalah seorang ibu yang ingin memelihara dan melihat buah kandungnya pulih, normal dan berprestasi seperti sedia kala, Ia berharap kepada publik, pemerintah dan juga Negara untuk mendukungnya menyelamatkan (Gl) dari ketergantungan obat yang tidak semestinya dikonsumsi.
“GI benar anak saya tapi perlu diingat, bahwa (GI) juga adalah tunas bangsa yang perlu juga Negara hadir demi untuk menyelamatkannya, bila Negara tidak hadir untuk membantu menyelamatkan (Gl) dari siksaan ketergantungan obat tipe G tersebut, maka tidak segan-segan saya akan bersuara lebih lantang kepada dunia (negara luar) agar putri saya dan saya mendapatkan keadilan,” tandasnya.(*/dok-ist./fwj.i/dpp/jh/biro-jakut/FAZZA)