Proses Perdamaian di Polsek Gunung Putri, diduga Adanya Permintaan Uang oleh Kapolsek ?

BOGOR, JEJAKHUKUM.NET – Peraturan terkait larangan maupun jerat pidana bagi anggota Kepolisian RI (Polri) yang (jika) melakukan sikap dengan sengaja meminta Uang, misalnya kepada (masyarakat); Pertama, tindakan polisi yang meminta uang tersebut dapat diancam pidana pemerasan berdasarkan Pasal 368 ayat (1) KUHP, dapat dijerat dengan ancaman pidana penjara paling lama sembilan (9) tahun.

Dikaios Kaleb M. Sirait (tengah-depan) selaku Ketum PKN terlihat bersama jajarannya mendatangi Mapolsek Gunung Putri dalam rangka memberikan dukungan terhadap Tim LKBH PKN di Jalan Raya Mercedes Benz, Cicadas Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor pada, Jum’at (16/12).dok-ist.

Ketua Umum Perisai Kebenaran Nasional (BPH-PKN), Dikaios Kaleb M. Sirait terlihat bersama jajarannya mendatangi Markas Kepolisian Sektor (Mapolsek) Gunung Putri dalam rangka memberikan dukungan terhadap Tim advokat LKBH (Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum) BPH-PKN di Jalan Raya Mercedes Benz, Cicadas Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor Jawa Barat pada, Jum’at (16/12/2022) siang.

Bahwa terindikasi dalam kasus yang jadi atensi Ketum PKN tersebut, unsur-unsur dalam pasal di atas telah terpenuhi dengan adanya tindakan oknum polisi yang berusaha meminta uang secara “melawan hak” untuk, misalnya demi keuntungan pribadinya dan keuntungan satu pihak, yakni dengan adanya semisal timbal balik.

Berkaitan dengan unsur “melawan hak”, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) memaknai “melawan hak” berarti melawan hukum, tidak berhak atau bertentangan dengan hukum.

Lebih lanjut, KUHP juga memberikan ancaman pidana yang diperberat sepertiga terhadap oknum polisi yang telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum menggunakan jabatan dan kewenangannya. Hal tersebut diatur dalam Pasal 52 KUHP:

“Bilamana seorang pejabat/abdi negara karena melakukan perbuatan pidana melanggar suatu kewajiban khusus dari karena jabatannya, atau pada waktu melakukan perbuatan pidana memakai kekuasaan, kesempatan atau sarana yang diberikan kepadanya karena jabatannya, pidananya dapat ditambah sepertiga. Sehingga seandainya terbukti perbuatan oknum polisi tersebut dapat diancam pidana berdasarkan Pasal 368 jo. Pasal 52 KUHP.”

Selain dapat terjadi pelanggaran KEPP dan Peraturan Disiplin Polri. Bentuk dugaan pelanggaran lain yang juga dapat dijadikan jerat bagi oknum polisi tersebut, ialah karena pelanggaran KEPP yang pada dasarnya mengikat bagi seluruh anggota kepolisian tanpa terkecuali.

Selain itu, dalam kronologis juga disebutkan oknum atasan polisi ini (Kapolsek-red) juga terindikasi mengetahui dan membiarkan tindakan tersebut. Misalnya, dengan sikap diamnya, atasan telah melanggar Pasal 11 ayat (1) huruf c KEPP yaitu menghalangi dan/atau menghambat proses penegakan hukum terhadap bawahannya yang dilaksanakan oleh fungsi penegakan hukum.

Ketentuan KEPP lainnya yang dapat menjerat oknum atasan polisi (Kapolsek-red) tersebut ialah Pasal 10 ayat (1) huruf f KEPP tentang melakukan pemufakatan pelanggaran KEPP.

Atas adanya dugaan perbuatan oknum Kapolsek yang berdasarkan keterangan Ketum PKN, diduga meminta (gratifikasi) berupa uang ini, pihak LKBH dan BPH-PKN akan segera menindak-lanjutinya dengan akan melaporkan yang bersangkutan ke Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Mabes Polri – Jakarta.

“Oknum (Kapolsek) yang mengatas-namakan Polsek Gunung Putri, dan tak mungkin permasalahan tersebut saya utarakan disini. Akan tetapi saya akan memikirkan hal ini. Dengan segera akan membuat laporan ke Mabes Polri dan ke Propam Polri, supaya sekiranya terduga adanya hal-hal yang tidak patut biar menjadi (kewenangan) diusut oleh Propam Polri,” tegas Sirait.

“Kami merupakan wadah perkumpulan para aktivis pemerhati penegakan hukum dan narapidana, kebetulan ada anggota kami yang berinisial (LS) terlibat permasalahan hukum, namun sudah terjadi sebuah perdamaian diantara mereka yang berseteru, saling menyesali saling menyadari (hingga terjadi perdamaian) secara kekeluargaan,” ungkapnya.

Sirait juga menegaskan bahwa permasalahan antara pelapor dan terlapor telah adanya titik temu dalam sebuah kemufakatan, sehingga Laporan Polisi (LP) yang sempat dibuat disini oleh si pelapor (korban). “Korban merupakan klien LKBH, dan (permasalahan) itu adalah sudah selesai, telah ada Perdamaian dan disepakati antara korban selaku (pelapor) dan terlapor (pelaku), secara musyawarah kekeluargaan,” pungkasnya.

Sementara itu, ketika hendak dikonfirmasi terkait hal ini, Kanit Reskrim maupun Kapolsek tidak berada diruang kerjanya. Seorang staf Administrasi diruangan unit Reskrim yang ‘enggan menyebutkan namanya ketika ditanya terkait dugaan adanya ‘permintaan uang’ oleh oknum Kapolsek di Mapolsek tersebut hanya menjawab secara normatif.

“Oh, mohon ma’af saya tidak punya hak dan tidak berani. Saya hanya admin dan merangkap kalau ada yang laporan masalah perempuan dan anak (PPA), ma’af ya silahkan menunggu didepan,” ujarnya singkat.(*/dok-ist./Tim-Red)

 

Tinggalkan Balasan