JAKARTA, JEJAKHUKUM.NET | Kembali, lagi – lagi institusi Kepolisian Republik Indonesia (Polri) terindikasi tercoreng oleh oknum Kasat Reskrim yang bertugas di Polresta Cilacap Jawa Tengah. Persoalan itu muncul akibat adanya penangkapan dan penahanan terhadap seorang pengusaha tambang Meji Ristanto atas tuduhan tindak pidana Pasal 158 Undang Undang Nomor 3 tahun 2020 tentang penambangan tanpa ijin.
Diketahui, Meji ditangkap pada tanggal 30 Januari 2023 di kediamannya Dusun Tambakreja, desa Binangun, Bantarsari Kabupaten Cilacap, Jateng. Hal ini diungkapkan pendiri Gapta Richard William melalui siaran persnya di Jakarta pada, Sabtu (4/2/2023).
Richard mengatakan bahwa penangkapan dan penahanan Meji sangat tidak mendasar dan terkesan dipaksakan. “Kami dari Gapta dan juga legal Moeldoko Centre (MC) serta tim pengacara Forum Wartawan Jaya (FWJ) Indonesia sangat menyayangkan terjadinya kriminalisasi hukum terhadap Meji yang dilakukan oleh satuan Reskrim oknum penyidik Polresta Cilacap,” kata Richard.
Fakta – fakta yang menjadi dasar pembelaan terhadap Meji diutarakan Richard dengan adanya bukti resmi surat yang diterbitkan Sekretaris Daerah (Sekda) Cilacap Nomor 005/03299/39/CLP tertanggal 10 Oktober 2022 terkait sosialisasi Persiapan Pembangunan Hunian Sementara (Huntara) korban bencana gerakan tanah desa Karanggitung, Kecamatan Gandrungmangu.
“Itu program pemerintah Kabupaten Cilacap, bahkan surat Sekda pun diperkuat dengan terbitnya surat resmi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Cilacap Nomor 900/093/39 tanggal 15 Desember 2022 terkait kegiatan Pentahelix,” ungkapnya.
Selain itu kata Richard, secara prosedural sudah dilakukan serta melalui kajian Pemkab Cilacap guna mensosialisasikan Pembangunan Hunian Sementara (Huntara). Selain itu, dengan terbitnya surat pemberitahuan dari Sekda kepada Kapolresta Cilacap Nomor 045/04723/39/CLP, tertanggal 17 Desember 2022 memberitahukan perihal pengamanan proyek untuk keberlangsungan program Pemkab Cilacap.
Berikut isi suratnya, ‘Dalam rangka Pembangunan Hunian Sementara (Huntara) bagi masyarakat terdampak tanah bergerak di Desa Karanggintung Kecamatan Gandrungmangu yang terjadi 1,5 tahun yang lalu, BPBD Kabupaten Cilacap telah mendapatkan alokasi penanganan darurat melalui anggaran Belanja Tidak Terduga (BTT) sebesar Rp. 505.290.000,- (lima ratus lima juta dua ratus sembilan puluh ribu rupiah) yaitu untuk pengadaan kerangka baja ringan dan Atap Spandek Pasir beserta pemasanganya’.
Jumlah anggaran yang sangat jauh dari cukup itu tentunya membutuhkan dukungan dari berbagai pihak, baik warga maupun para stakeholder yang ditunjuk dalam hal ini pengusaha tambang Meji Ristanto, mengingat untuk total pekerjaan yang harus diselesaikan sebanyak 24 unit untuk penanganannya.
Perlu diketahui bahwa Desa Karanggintung sebagai Desa miskin, dan BPBD sebagai OPD Pengampu telah diperintahkan Pemkab Cilacap untuk konsep huntara agar memenuhi ketentuan Pasal 3 Peraturan BNPB Nomor 03 Tahun 2018.
“Bahwa dalam isi surat yang kami dapati itu jelas ada empat (4) poin penting untuk dilaksanakan, pertama (1) menjamin terselenggaranya penanganan pengungsi yang dilakukan secara tepat, terpadu dan efisien. Kedua (2) menjamin terselenggaranya perlindungan dan pemberdayaan pengungsi secara optimal. Ketiga (3) menjamin terselenggaranya penempatan pengungsi sesuai dengan standard pelayanan minimum, dan keempat (4) menjamin terlaksananya pemberian kompensasi dan pengembalian hak pengungsi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” papar Richard.
Lebih rinci, Richard juga menyebut perihal adanya penangkapan dan penahanan terhadap Meji serta penyitaan sejumlah alat berat pekerjaan pemerintah oleh penyidik Polresta Cilacap patut dipertanyakan. “Kalau kami pelajari data dan fakta – fakta pengakuan para saksi, itu kan sudah jelas program pemerintah kabupaten Cilacap, kok bisa polisi melakukan penangkapan dan penahanan terhadap pengusaha tambang yang diminta BPBD membantu pekerjaan itu. Bahkan polisi juga menyita alat berat pemkab sehingga pekerjaan yang seharusnya segera terealisasi jadi terhambat,” ujarnya.
Berdasarkan bukti – bukti legal serta fakta – fakta yang diterimanya, Richard telah melakukan laporan aduan ke Propam Polri dengan nomor SPSP2/721/II/2023/bagyanduan Polri.
“Sudah kemarin kita buat laporan aduannya ke Propam Polri. Oknum penyidik yang kita laporkan itu Pejabat Sementara (Pjs) Kasat Reskrim Polresta Cilacap AKP Gurbacov atas dugaan ketidak profesionalannya sehingga muncul adanya kriminalisasi hukum terhadap Meji,” tegas Richard.
Sementara Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Cilacap Widjonardi ketika di konfirmasi mengatakan penangkapan dan penahanan terhadap pengusaha tambang Meji Ristanto oleh Polresta Cilacap justru salah kaprah.
Persoalan itu justru merusak citra Polri, mengingat Meji Ristanto adalah salah satu stakeholder dari pengusaha yang dimintakan membantu Pemkab Cilacap melalui BPBD menjalin kerjasama dalam program Pembangunan Hunian Sementara (Huntara) bagi korban longsor.
“Saya menilai penangkapan dan penahanan Meji oleh penyidik Polresta Cilacap salah kaprah, dan sudah melanggar SOP kepolisian. Meji itukan kami tunjuk membantu pelaksanaan program Pemkab Cilacap, kok bisa ditangkap dan ditahan,” beber Widjonardi.
Dirinya juga menyebut, bahwa dalam proses penangkapan dan penahanan Meji serta penyitaan alat berat pembangunan hunian sementara oleh polresta Cilacap ada unsur kepentingan lain. Bahkan dirinya pun sempat di BAP tanpa melalui prosedural hukum yang berlaku.
“Saya pun sempat dipanggil dan di BAP, seharusnya penyidik bisa melihat tata cara pemanggilan pejabat Pemkab, kita punya aturan dan jika ingin memanggil kami untuk di BAP, setidaknya meminta rekomendasi Bupati dulu dong, tetapi ini tidak sama sekali,” imbuhnya.
Satu minggu sebelum ditangkap dan ditahannya Meji, Widjonardi menyatakan telah ikut digiring ke Polresta Cilacap. Kata dia bukan hanya Meji, melainkan dirinya beserta 5 warga lainnya yang sedang bekerja meratakan tanah untuk program pemerintah penanggulangan bencana ikut dibawa ke Polresta Cilacap.
“Kejadian seperti ini bukan hanya sekali yang dilakukan oknum polresta Cilacap. Ini sudah yang kedua kalinya. Tahun lalu pernah juga kayak gini, dan alat berat kami disita, lalu oknum polisi Polresta Cilacap meminta tebusan sebesar 400 juta,” ungkapnya.
Tidak hanya itu, dia juga menjelaskan jika program pemerintah saja bisa di kriminalisasi hukum oleh oknum polisi, bagaimana dengan masyarakat lainnya?
“Senin besok itu, kalau tidak salah tanggal 6 Februari 2023 ada pemanggilan penyidik kepada saya. katanya mau dimintai keterangan terkait program pembangunan hunian sementara (Huntara) sebagai pencocokan data terkait penunjukan Meji membantu pelaksanaan Huntara,” ulasmya.
Terpisah, Ajudan Kapolresta Cilacap Arfi Wahyu saat dikonfirmasi melalui pesan whatsapp pribadinya telah membenarkan bahwa tanah yang diratakan Meji Ristanto merupakan tanah milik BPBD.
“Padahal tanah itu sudah ditinjau Forkopimda dan tanah itu milik BPBD, dan pak Aris itu diperintah langsung oleh Kepala BPBD Cilacap,” tulis Arfi di Chat pesan WhatsApp-nya.
Selanjutnya kata Arfi, pihaknya akan segera mempertanyakan perihal perkara Meji Ristanto kepenyidik yang menangani perkara itu.(*/dok-ist./hms-fwj.i/Reff./Red/FAZZA)