2 Tahun Tak Tuntas Persoalan PKL Di Luar Pasar Bantar Gebang, RWP PBG Akan Bersurat Ke Pj. Walikota Bekasi

BEKASI | JEJAKHUKUM.NET – Aktifitas para pedagang di badan jalan /trotoar di belakang Pasar Bantar Gebang (PBG), Bekasi, mengakibatkan macetnya lalu lintas dan juga menjadi persoalan antara pedagang dalam pasar dan diluar pasar yang belum tuntas selama dua tahun ini hingga tim media turun memantau, Bantar Gebang, Jumat sore, 8/12/2023.

Salah seorang pedagang sayur mayur, Nr, di dalam los pasar Bantar Gebang di lantai dasar mengelukan dan protes dengan ketidaktegasan pihak-pihak terkait terhadap pedagang yang menggelar dagangannya di luar pasar dan di bahu jalan.

“Dagangan sepi,” ujarnya namun tetap berdagang di dalam, tidak ikut-ikutan berdagang di luar pasar.

Senada dengan NR, AG mengeluhkan adanya kesenjangan antara pedagang yang di luar dan yang.di dalam.

“Kita merasa ada kesenjangan sosial di sini, mereka yang di luar yang tidak bayar, (sementara) kita yang di dalam kita beli kios, kita sewa kios tapi pembeli jarang yang ke dalam (pasar), ujar AG.

Kami, lanjut AG meminta kepada pejabat-pejabat terkait, dinas terkait agar menertibkan pedagang kaki lima (PKL) supaya semuanya berdagang di dalam pasar sesuai peraturan yang ada.

“Kami menuntut supaya pedagang kaki lima supaya semuanya.bisa berdaganag dalam.pasar,”tegasnya.

Saat tim media melakukan investigasi di lapangan, Jumat sore, 8/12/2023, HR, pedagang yang ada di luar pasar, di bahu jalan, di sisi pasar, menyebutkan adanya setoran harian dan juga bulanan di wilayah, diduga aparat RW dan Satpol PP.

“Kalau harian dua ribu,” sebutnya.
“Kalau bulanan rata-rata 200 (ribu),” jawabnya singkat.

Dia juga mengiyakan mana mungkin bisa dagang di bahu jalan, kalau gak ada kerja sama dengan petugas.

“Dengan demikian diduga terjadi tindak Pidana PUNGLI dalam hal ini,” kata ARD, Warga Bekasi.

Pihak Developer PT.PPS yang melaksanakan revitalisasi pasar Bantar Gebang saat ini, Eric juga mengkritisi maraknya pedagang di luar pasar Bantar Gebang ini dan menurutnya diduga ada pembiaran dari dinas-dinas terkait.

“Dinas-dinas terkait yang berwewenang di sana untuk menyelesaikan masih memberikan peluang,” ucap Eric.

Terkait dugaan adanya setoran pedagang diluar ke pihak-pihak oknum tertentu dikatakan Eric pasti ada karena tak mungkin diizinkan kalau tidak ada.

“Secara logika pasti ada, kalau tidak, pasti tidak diizinkan di situ,” ujarnya.

Menurutnya bila ini dibiarkan terus, akan ada konflik antar pedagang dan pihaknya merasa tak berfungsi, pedagang di luar pasar semakin ramai hingga area pasarpun dipakai.

“Kita yang diminta ikut menertibkan jadi tidak berfungsi, biarkan aja jadi liar semua sekalian,”kata Eric.

Pedagang di luar itu sebagian sudah punya tempat di dalam pasar dan ada pedagang yang tidak punya tempat di dalam pasar, karena jalannya ramai maka ikut-ikutlah pedagang yang ada di dalam.

“Kalau memang tegas dinas-dinas terkait yang berwewenang di luar (pasar), raaanya bisa tertib,” pungkasnya.

Menurut UU LLAJ dilansir diskominfotik.bengkaliskab.go.id,
dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) dikenal istilah penutupan jalan. Yakni, penutupan jalan akibat penggunaan jalan untuk penyelenggaraan kegiatan di luar fungsinya, yang dapat dilakukan pada jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten/kota, dan jalan desa (Pasal 128 ayat (1) jo. Pasal 127 ayat (1).

Sesuai penjelasan Pasal 127 ayat (1), penyelenggaraan kegiatan di luar fungsinya, antara lain untuk kegiatan keagamaan, kenegaraan, olahraga dan/atau budaya.

Artinya, kegiatan perdagangan atau kegiatan berjualan tidak termasuk “penyelenggaraan kegiatan di luar fungsi jalan” yang diatur menurut UU LLAJ.

Walau tak diatur mengenai penutupan jalan untuk berdagang/berjualan, akan tetapi UU LLAJ mengatur mengenai sanksi pidana jika terjadi gangguan fungsi jalan dan fasilitas pejalan kaki (trotoar),

Diantaranya diatur dalam Pasal 28 ayat (1), Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan dan/atau gangguan fungsi Jalan.”

Kemudian, Pasal 274 ayat (1), “Setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan dan/atau gangguan fungsi Jalan dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 24 juta.”

Lalu, Pasal 25 ayat (1) huruf g, “Setiap jalan yang digunakan untuk lalu lintas umum wajib dilengkapi dengan perlengkapan jalan, salah satunya berupa fasilitas untuk pejalan kaki.

Selanjutnya, Pasal 28 ayat (2) jo. Pasal 25 ayat (1), ”Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi perlengkapan Jalan, dalam konteks ini yang dimaksud adalah trotoar sebagai fasilitas untuk pejalan kaki yang terganggu fungsinya menjadi tempat berdagang.”

Dan, Pasal 275 ayat (1) jo. Pasal 28 ayat (2), “Setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi fasilitas Pejalan Kaki dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250 ribu.”

Di sisi lain dengan adanya praktek pungli dapat dijerat hukum sebagaimana dilansir pusiknas.polri.go.id, dalam KUHP, pelaku pungli dijerat dengan Pasal 368 ayat 1. Siapapun yang mengancam atau memaksa orang lain untuk memberikan sesuatu terancam pidana penjara paling lama sembilan tahun.

Namun, jerat hukum itu berlaku untuk pelaku pungli yang bukan termasuk anggota pihak berwenang atau pemerintahan. Misalnya preman.

Bila pelaku merupakan pejabat, aparatur sipil negara, atau penegak hukum, praktik pungli itu ditindak sesuai dengan aturan dalam badan pemerintahan. Misalnya kepolisian. Anggota polisi yang melakukan pungli ditindak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang peraturan disiplin anggota Polri. Sanksinya beragam, mulai dari teguran hingga pemecatan.

Sementara itu, Menkopolhukam Mahfud Md mengatakan pungli merupakan suap, sebab praktik tersebut merugikan masyarakat dan pemerintah.

Ketua Rukun Warga Pasar (RWP) Bantar Gebang, Kamal, meminta ketegasan pihak pemerintah (Walikota Bekasi) kepada pedagang kaki lima yang ada di jalan belakang Pasar Bantar Gebang dan di area pasar.

“Intinya meminta ketegasan pemerintah masalah (pedagang) kaki lima yang ada di belakang jalan pasar Bantar Gebang dan kedua minta juga bersihkan pedagang kaki lima yang ada di dalam (area) Pasar,” tegasnya di depan tim media.

Tolong tindak tegas, Jangan ada pengecualian, sambungnya, dan setelah dibersihkan tolong dijaga.

“Jangan setelah dibersihkan tapi tidak dijaga, sudah dua kali dibersihkan tapi tidak dijaga akhirnya jualan lagi,” tukasnya.

Sekretaris RWP, Herman Syarifudin, yang mengaku mewakili para pedagang dalam pasar mengungkapkan piihaknya merasa dirugikan.

“Pedagang di dalam (pasar) keberatan dengan keberatan PKL di luar karena kami pedagang di dalam itu beli bukan satu juta dua juta tapi ratusan juta,”

Untuk itu dia juga meminta tindakan setegas-tegasnya baik pihak dinas maupun instansi terkait masalah PKL tersebut.

Dengan belum tuntasnya permasalahan ini, pengurus RWP Bantar Gebang selanjutnya akan bersurat ke Pj. Wali Kota Bekasi, R. Gani Muhammad karena merasa pihak dan instasi terkait di wilayah tak serius bahkan tak mampu menuntaskan persoalan ini.

(Hingga berita ini diterbitkan, belum berhasil dikonfirmasi ke pihak-pihak terkait).

(Darman/tim).