BEKASI | jejakhukum.net – Dugaan Kecurangan yang dilakukan oleh oknum pengembang terhadap Puluhan Konsumen (penghuni) Cluster GREEN ViLLAGE Perwira Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi Provinsi Jawa Barat. Hinggaa harus Kehilangan PRA SARANA, UTILITIAS dan Sertipikat Hak Milik (SHM) yang sepertinya terindikasi merupakan Luas LAHAN BODONG ?.
Hal ini setelah kronologi telah diketahui, bahwa kasus berawal dengan berdirinya kantor pemasaran perumahan Cluster GREEN ViLLAGE Bekasi Utara Kota Bekasi, Jawa Barat yang di prakarsai oleh Direktur Utama (DIRUT) sebut saja Junardi dari perusahaan property sebagai pengembang sekaligus pelaksana dari PT. Surya Mitratama Persada (PT. SMP) dengan luas hamparan tanah 9.000 Meter Persegi dari penjual sebut saja Zainudin dan Ahmad Fauzi, Dimana Direktur Utama PT. Surya Mitratama Persada JUNARDI ditunjuk sebagai kuasa jual dari ZAINUDIN terkait lahan tersebut.
Hal ini dijelaskan dengan gamblang oleh kuasa hukum warga terdampak, Dr. Yanto Irianto dari kantor hukum (Law Office) Dr. YANTO IRIANTO, S.H.,M.H., & REKAN ketika menggelar jumpa pers dilaksanakan bertempat di restoran SOLARIA yang terletak di Jalan Nusantara Raya, RT.001/RW.033, Teluk Pucung Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi Jawa Barat pada, Kamis (06/7/2023).
BACA BERITA Sebelumnya :
Dalam rilis resmi yang dibagikan; diketahui kemudian lahan tersebut di pasarkan, hingga antusias konsumen grafik-nya sangatlah cepat di karenakan lahan tersebut Sangatlah strategis dan memiliki akses serta prasarana utilitias yang memadai sesuai kebutuhan konsumen. selain itu juga bahwa lahan yang di pesan konsumen akan sama dengan yang ditawarkan oleh pengembang, baik yang di Surat Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Hak Miliknya. Kemudian sambil berjalannya proses pemberkasan oleh pihak pengembang maka konsumen banyak yang membeli UNIT tanah yang telah di kavling? sesuai booking atau data pemesanan serta siteplan pengembang yang di janjikan serta di tuangkan secara administratifnya oleh pihak pengembang kepada konsumen.
“Tak kunjung waktu lama untuk menunggu berkas-berkas telah siap dan selesai, baik dari pihak Dinas PUPR, BPN, serta tak luput pula dari Pemkot Bekasi dan pihak bank pemberi KPR yaitu diantaranya Bank DKI Syari’ah selaku Kreditur. Sistem pembayaran pun dilakukan dengan beberapa cara diantaranya selain dengan KPR, ada juga yang membayar dengan cara Cash Bertahap dengan membuka Bilyet Giro dari konsumen. Kreditur kepada para debitur atau konsumen lantas di langsungkan akad kreditnya, kemudian dibangunlah oleh sebuah perusahaan property tersebut,” tutur Yanto saat memberikan Keterangan Pers-nya.
Dijelaskan olehnya, bahwa PT. Surya Mitratama Persada (PT. SMP), yang dimana perusahaan tersebut mendapatkan pengesahan dari Menteri hukum dan Hak asasi manusia Republik Indonesia dengan keputusan nomor : AHU0027913.AH.01.09 pada tanggal 30 Maret 2012 dengan Struktur perusahaan Sebagai serikut; yakni selaku Komisaris : Yohanes Santoso Direktur : Sutarji dan Direktur Utama : Junardi
Di tahun 2014, tiba-tiba ada perubahan siteplan yang dikeluarkan dari Dinas Tata Ruang (Distaru) Kota Bekasi dari siteplan sebelumnya yang dikeluarkan pada tahun 2013 melalui Dinas Tata Ruang kota Bekasi, sementara cluster sudah dibangun, dan konsumen sudah melakukan akad kredit dan sudah banyak yang membayar kepada pengembang, dan konsumen sudah mulai mengangsur kepada pihak Bank, sesuai dengan surat Pesanan dan pengembang sudah mulai mendirikan bangunan.
Kemudian, lanjut Yanto, bahwa mulai sekitar tahun 2015 konsumen baru diajak untuk penandatangan Akta Jual Beli melalui Notaris, dimana jual beli tersebut dilakukan oleh PT. Surya Mitratama Persada kepada para konsumen melalui JUNARDI yang menjabat sebagai direktur utama PT Surya Mitratama Persada dengan menggunakan AKTA KUASA JUAL dari Notaris yang dikuasakan Oleh pemilik tanah. “Kemudian diketahui dimana bahwa dalam AKTA JUAL BELI tersebut, JUNARDI bertindak sebagai direktur Utama PT. SMP dan ada juga JUNARDI bertindak secara sendiri (pribadi-red),” ungkapnya.
Dengan adanya perubahan Siteplan yang dikeluarkan oleh Dinas Tata Ruang Kota Bekasi pada tanggal 13 Agustus 2014, dimana bangunan yang dibangun oleh PT. Surya Mitratama Persada, Banyak yang menyalahi aturan / melanggar, baik Undang Undang (UU) NOMOR : 1 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Pemukiman dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor : 88 Tahun 2014 tentang Pembinaan, Penyelenggaran dan Kawasan Pemukiman dan PERMEN Nomor : 12 Tahun 2020 tentang peran masyarakat dalam Penyelenggara Pemukiman dan Kawasan Pemukiman baik dengan letak bangunan, luas tanah dan Luas bangunan, dimana IMB bangunan tersebut belum diterbitkan.
Pada tanggal 26 Mei 2016, Bangunan Perumahan Cluster GREEN ViLLAGE ini juga sudah pernah di segel oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi, melalui Tim Pengawas dan Pengendalian Dinas Tata Kota (Wasdal Distako) Bekasi, karena belum memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB), dan pemerintah memberikan waktu selama 30 hari kepada pengembang untuk membuat perizinan terkait pembangunan cluster tersebut.
Dalam pemaparannya, Yanto juga menegaskan bahwa atas peristiwa tersebut Pengembang Curang, dimana kurang luas tanah untuk dijadikan akses jalan, bertentangan dengan butir Pasal 379 huruf a, Pasal 372 KUHPidana. “Kemudian pihak developer atau pengembang memindahkan batas patok tanah yang ada, dan menggeser beberapa meter kearah tanah milik orang lain, sehingga bertentangan dengan butir Pasal 167,170,385 dan Pasal 389 KUHPidana dan dijadikan akses fasum (fasilitas umum) warga, dimana saat ini yang menjadi objek tindakan eksekusi dan yang telah di menangkan pihak pemilik lahan bernama, Liem Sian Tjie sebagai penggugat terhadap PT. Surya Mitratama Persada sebagai tergugat I dan Junardi selaku mantan DIRUT PT. Surya Mitratama Persada sebagai tergugat II dengan putusan Mahkamah Agung (MA) RI Nomor : 553/Pdt.G/2016/PN BKS, sampai dengan Putusan Peninjauan Kembali Nomor 681 PK/Pdt/2019,” papar Yanto.
Bahwa diketahui, Bangunan perumahan Cluster GREEN ViLLAGE Bekasi sudah mulai proses pembangunannya sejak tahun 2013. “Sedqngkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) baru diterbitkan dari Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kota Bekasi sekitar bulan Juni 2015, dan Perizinan IMB tersebut juga tidak sesuai dengan rekomendasi dari Siteplan yang dikeluarkan dari Dinas Tata Ruang (Distaru) Kota Bekasi, dimana ada perubahan Rekomendasi Siteplan yang dikeluarkan Distaru kota Bekasi berdasarkan Rekomendasi Nomor : 653/1896-Distako-PPGL-502/VII/2014 tanggal 13 Agustus 2014,” ungkap Yanto.
Sementara diketahui juga terkait Izin Mendirikan Bangunan/IMB, (saat ini Persetujuan Bangunan Gedung/PBG) yang di terbitkan dari Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kota Bekasi (sekarang DPMPTSP/Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu) menggunakan rekomendasi Rencana Yipak No. 653/2871-DISTAKO/REKOM.PPGL-488/1IX/2013, dimana antara dinas terkait tidak ada kesinambungan untuk perencanaan dalam pembangunan cluster tersebut, dan Kantor Pertanahan (Kantah) ATR/BPN kota Bekasi menerbitkan sertipikat berdasarkan rekomendasi Dinas Tata Ruang (Distako) saat itu tidak diketahui berdasarkan rekomendasi yang mana. Hingga berita ditayangkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak pengembang cluster, yakni PT. SMP.(*/dok-ist./hms-fwj.i/bks/@Adpti.ZARK)