Kabupaten Bekasi, JEJAKHUKUM.NET-
Kejaksaan Negeri Cikarang telah melaksanakan eksekusi terhadap kasus pengadaan alat berat jenis grader buldozer di Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bekasi pada tahun anggaran 2019 ke Lapas Cikarang.
Namun, hal tersebut dibantah oleh kuasa hukum terdakwa Dody Agus Suprianto melalui surat putusan Nomor: 40/Pid.sus-TPK/2022/PN.Bdg tanggal 26 Oktober 2022 yang menyatakan bahwa Dody Agus Suprianto tidak terbukti bersalah dalam melakukan tindak pidana korupsi.
Febrianto Torihoran, mengatakan, bahwa Pengadilan Negeri Bandung telah membacakan putusan yang menyatakan bahwa terdakwa Dody Agus Suprianto tidak terbukti bersalah dalam melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana yang didakwakan secara primair dan subsider,” terangnya, Senin, 02 /10/2023.
Tidak hanya itu, Febrianto Torihoran selaku pengacara sedang berupaya untuk mengajukan surat permohonan salinan putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 1212 K/Pid.Sus/2023. Jaksa Penuntut Umum juga telah mengajukan upaya hukum kasasi terhadap putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dan telah diterima oleh Kepaniteraan Pengadilan Negeri Bandung pada tanggal 2 November 2022.
“Upaya hukum tersebut telah dikirimkan Kepaniteraan Pengadilan Negeri Bandung ke Mahkamah Agung Republik Indonesia pada tanggal 9 Desember 2022,” imbuhnya.
“Terkait dengan upaya hukum kasasi tersebut, Mahkamah Agung Republik Indonesia telah memutuskan perkara a quo pada tanggal 17 Mei 2023 sesuai dengan kutipan surat Nomor: 1212 K/Pid.Sus/2023, jelas Kuasa Hukum Febrianto Torihoran.
Lanjutnya, sebelumnya, Kejaksaan Negeri Cikarang telah mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung. Dalam Putusan Mahkamah Agung, Dody Agus Suprianto dinyatakan secara sah dan terbukti melakukan tindakan korupsi, namun tidak disertai dengan Pasal 2 yang tidak terbukti, tetapi Pasal 3-nya terbukti. Berdasarkan putusan tersebut, Dody Agus Suprianto dijatuhi hukuman penjara selama 4 tahun dan saat ini telah dieksekusi atau ditahan.
“Namun, kami belum menerima keputusan resmi atau putusannya, kami menduga ada kejanggalan bagaimana Hakim Agung pada tingkat Kasasi memutuskan bahwa Klien Kami Pak Dody bersalah, padahal Hakim Agung pada tingkat Kasasi hanya memeriksa tentang hukumnya dan tidak lagi memeriksa faktanya. Kami masih ingin melihat validitas hukum yang dilakukan oleh Pak Dody, dan kami bingung jika menerimanya,” cetusnya.
Sementara itu, Antonius, salah satu saksi ahli dari LKPP menyatakan bahwa kerugian negara benar-benar terjadi, masalahnya tidak ada kaitannya dengan Pak Dody pada tahap tersebut, pada saat pencairan dan pelaksanaan fisik. Pak Dody dituduh merugikan negara, tetapi saat itu pak Dody sudah pindah dinas di kecamatan lain. “Selain itu, ketika menggunakan tender cepat, semua dievaluasi melalui IT atau Pokja dan memilih penawaran terendah sebagai pemenang, sesuai dengan Perpres No. 16 Tahun 2018 yang memungkinkan penentuan merek barang yang diminta. Jadi, terkait tuduhan tentang dukungan alat, itu tidak berhubungan dengan kompetisi. Dukungan alat ini berarti bahwa setelah tender memiliki pemenang, dalam pelaksanaan pekerjaan, ada jaminan mengenai alat tersebut. Kami ingin menekankan sekali lagi bahwa dukungan alat ini tidak diatur dalam pelaksanaan pekerjaan. Jika terdapat kerusakan pada alat, suku cadang atau penggantian suku cadang, maka perusahaan yang memiliki merek tersebut harus menjamin selama pelaksanaan pekerjaan dan bertanggung jawab kepada pihak yang mengkontrak merek tersebut,” pungkasnya. (*Red).